Advertisement

Tanpa Perguruan Tinggi Swasta, pemerintah kesulitan menangani Perguruan Tinggi

JATIM MEMANGGIL – Tanpa Perguruan Tinggi Swasta, pemerintah kesulitan menangani Perguruan Tinggi, hal ini disampaikan oleh Prof.Dr.Phil.Sahiron, M.A Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemanag RI) saat memberikan sambutan halal bihalal dan Pembinaan yang digelar Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama (IAINU) Tuban, Jumat (18/4/2025).

Karena dari 800 an lebih perguruan tinggi dibawah naungan Kemenag RI, hanya terdapat 58 Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) hanya 58 lembaga, selebihnya adalah Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Swasta (PTKIS).

Karena itu, pemerintah memberikan apresiasi pada para PTKIS sesuai kemampuan Kemenag. Baik bisa dalam bentuk program maupun finansial, salah satunya adalah program penguatan perguruan tinggi islam swasta.

‘’Caranya salah satunya memberikan layanan pembukaan prodi, pengubahan status dan sebagainya. IAINU Tuban juga mengajukan prodi S2 PAI (Pendidikan Agama Islam) nanti akan kita cek. Kalau ada masalah diinfokan saja dan koordinasi dengan saya,’’ kata Prof.Dr.Phil.Sahiron, M.A

Plt. Rektor UIN Sunan Kalijaga tahun 2020 ini juga berpesan dan menginginkan pada civitas akademika, agar semangat Ramadan dilaksanakan di hari-hari biasa. Di bidan akademik misalnya dengan meningkatjan SDM.

Pria yang menguasai lima bahasa ini juga berpesan pada para dosen untuk jangan berhenti membaca dan harus terus mengembangkan keilmuannya, tidak hanya memikirkan diri sendiri, tapi juga peduli orang lain. Sementara pimpinan harus menyediakan fasilitas dan memberikan semangat dan sejenisnya.

‘’Misalnya ada teman yang malas ngurus kepangkatan harus dorong disemangati, dan harus memperhatikan orang lain,’’ katanya.

Sementara itu, Rektor IAINU Tuban Prof.Dr. M. Syamdul Huda., M.Fil.I menyampaikan kalau saat ini perguruan tinggi dihadapkan pada perubahan lembaga atau institusi terutama perubahan status perguruan tinggi. Dulu hanya mengenal satker, kemudian berubah jadi badan layanan umum (BLU) dan sekarang menjadi Perguruan Tinggi Negeri Dengan Badan Hukum (PTNBH).

‘’Konsekuensinya di dalam rumus penerimaam mahasiswa, dulu ada namanya kuota, rapor 40 persen, tes tulis 40 persen, 20 persen mandiri. Itu nampaknya tidak berlaku di PTNBH yang mengikuti bebas kuota, maka masing-masing PTN ini mencari mahasiswa sebanyak-banyaknya, hingga masuk ke pedesaan dan pesantren-pesantren yang tidak kita temukan sebelumnya pada era 1990 an atau 2000 an,’’ teranya pria yang tinggal di Sidoarjo ini.

Para PTN, kata Prof Syamsul, juga membuka prodi-prodi keagamaan termasuk hukum juga ada. Ditambah lagi dengan memanfaatkan cyber, kuliah tidak harus di kelas, tapi kelas jauh seperti yang dilakukan Universitas Terbuka (UT) misalnya juga buka kelas-kelas di pesantren.

‘’Lalu kita dapat apa? Jadi tidak sederhana mengelola PTS sekarang,’’ lanjutya.

Perguruan tinggi, lanjut guru besar di UINSA Surabaya ini , PTS dituntut tidak hanya membuat alumni cerdas, tapi juga sejahtera. Maka setelah lulus dan terampil mau bekerja di sektor apa, harus sudah disiapkan. Karena itu, selain pembelajaran juga harus ada praktek. Maka harus ada laboratorium.

‘’Para dosen juga paradigmanya harus bergerak, kasihan itu anak-anak kita. Tuntutan pada perguruan tinggi tidak bagaimana membikin produk kreatif dan inovatif, tapi juga bagaimana produknya itu employment, bisa digunakan dan bermanfaatkan untuk masyarakat.

‘’Selama ini kita anggap perguruan tinggi adalah menara gading, produknya banyak tapi sama sekali tidak menyentuh pada kebutuan masyarakat, apa yang diinginkan masyarakat dan apa yang harus dilakukan tidak sejalan,’’ bebernya.

Maka, lanjutnya, butuh ikhtiar, sehingga pengurus NU, mulai PC, MWC dan banom-banom serta lembara lembaga untuk mendukung dan mempercayai IAINU.

‘’Karena alangkah naifnya, bagaimana kita berusaha kalau pemilik sendiri tidak percaya dengan yang mereka punyai,’’ katanya.

Disampikan, saat ini IAINU Tuban juga mulai membuka kemitraan dan membuka akses, membuka program secara internasional. Ke depan bagaimana ada dosen yang punya pengalaman di luar negeri.

‘’Misalnya ada budget-budget yang harus dialihkan untuk mengejar mimpi kita,’’ pungkas Rektor IAINU Tuban ini.(awb)

Penulis:
Arief Wibowo
Editor:
Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *